fokus konsentrasi meningkat mahjong ways trend mahjong ways jalan kreatif mahjong ways game seru inspirasi bisnis mahjong ways cuan cerita pengguna utang tekanan mahjong ways harapan baru hidup sempit tekanan harapan mahjong ways tak punya kerja mahjong ways awal perubahan ditinggal pasangan finansial mahjong ways semangat baru mahjong ways game cuan dari rumah mahjong ways pilihan anak muda waktu luang inspirasi mahjong ways healing jenuh tidak produktif mahjong ways tenang game termotivasi mahjong ways hal positif stres kreatif mahjong ways tujuan hidup gagal kerja mahjong ways freelance bebas anak muda mahjong ways bisnis kreatif cara tak biasa penghasilan mahjong ways dropshipper toko online modal mahjong ways gagal startup ide bisnis mahjong ways iseng mahjong ways lembur proyek cuan iseng mahjong ways umkm jajanan khas karyawan burnout keseimbangan mahjong ways

Dua Alasan Seseorang Gemar Belanja Berlebihan

Lumenus.id – Belanja merupakan aktivitas yang umum dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, di era digital yang serba cepat ini, kegiatan belanja tak lagi sekadar memenuhi kebutuhan, tetapi juga menjadi bentuk pelarian dan pencitraan. Banyak orang tanpa sadar terjebak dalam kebiasaan berbelanja yang berlebihan, bahkan untuk barang yang sebenarnya tidak mereka perlukan. Dalam artikel ini, kita akan membahas dua penyebab utama dari perilaku konsumtif ini, yaitu faktor emosional dan tekanan sosial.


Dorongan Emosional di Balik Aktivitas Belanja

Salah satu alasan terbesar mengapa seseorang belanja secara berlebihan adalah karena dorongan emosional. Saat menghadapi situasi stres, kesepian, cemas, atau frustrasi, banyak individu mencari pelarian dengan membeli barang-barang tertentu. Hal ini dikenal dengan istilah emotional shopping atau belanja berbasis emosi.

Belanja bisa memberi efek menyenangkan secara instan, seolah-olah menjadi solusi jangka pendek untuk masalah yang lebih kompleks. Misalnya, seseorang yang baru mengalami konflik dengan pasangan atau kegagalan dalam pekerjaan bisa merasa lebih baik setelah membeli pakaian, gadget, atau makanan mahal. Padahal, kebahagiaan ini sifatnya semu dan sementara.

Efek negatif dari kebiasaan ini mulai terasa saat seseorang merasa bersalah, menyesal, atau menyadari bahwa pengeluaran sudah melampaui batas. Jika pola ini terus terjadi, maka bisa berkembang menjadi kecanduan belanja yang berisiko secara finansial maupun psikologis.


Pengaruh Media Sosial dan Gaya Hidup Konsumtif

Di samping faktor emosional, tekanan sosial dari lingkungan juga berkontribusi besar terhadap kecenderungan belanja berlebihan. Media sosial seperti Instagram, TikTok, atau YouTube sering kali menampilkan gaya hidup mewah dan konsumtif, yang seolah menjadi tolok ukur kesuksesan atau kebahagiaan.

Tanpa sadar, pengguna media sosial akan membandingkan kehidupannya dengan kehidupan orang lain yang tampak lebih glamor. Inilah yang disebut dengan social comparison. Ketika orang lain memamerkan barang-barang bermerek, perjalanan liburan eksotis, atau barang terbaru yang sedang tren, muncul tekanan untuk ikut memiliki hal serupa demi terlihat “tidak ketinggalan zaman”.

Apalagi dengan adanya fitur seperti paylater atau cicilan tanpa kartu kredit, dorongan untuk membeli menjadi lebih kuat karena dianggap tidak memberatkan secara langsung. Padahal, dalam jangka panjang, penggunaan fasilitas ini justru bisa menimbulkan beban utang yang mengganggu stabilitas keuangan.


Dampak dari Kebiasaan Belanja yang Tidak Terkontrol

Belanja berlebihan bukan hanya soal pengeluaran besar, tetapi juga tentang kebiasaan yang berpotensi mengganggu banyak aspek kehidupan. Beberapa dampak negatif dari perilaku konsumtif ini antara lain:

  • Terjebak utang konsumtif
  • Menurunnya kualitas hubungan sosial dan keluarga
  • Stres dan rasa bersalah berkepanjangan
  • Gagal mencapai tujuan keuangan jangka panjang
  • Ketergantungan emosional terhadap belanja

Dalam beberapa kasus ekstrem, kebiasaan ini bahkan bisa mengarah pada gangguan psikologis seperti compulsive buying disorder, di mana seseorang merasa tidak mampu menghentikan dorongan untuk membeli barang.


Tips Mengatasi Kebiasaan Belanja Berlebihan

Mengubah pola konsumtif menjadi lebih sadar membutuhkan komitmen dan usaha yang konsisten. Berikut beberapa cara yang bisa dilakukan:

  1. Identifikasi pemicu emosional belanja. Catat kapan dan mengapa keinginan belanja muncul.
  2. Buat daftar kebutuhan sebelum belanja. Ini membantu menghindari pembelian impulsif.
  3. Terapkan jeda waktu sebelum membeli. Beri waktu 1–2 hari untuk berpikir ulang sebelum membeli barang yang tidak mendesak.
  4. Kurangi waktu berselancar di media sosial. Terutama akun-akun yang mendorong gaya hidup konsumtif.
  5. Susun anggaran dan evaluasi rutin. Lacak pengeluaran dan evaluasi apakah sudah sesuai dengan rencana keuangan.

Kesimpulan

Belanja berlebihan bisa disebabkan oleh faktor internal seperti emosi yang tidak stabil, dan faktor eksternal seperti tekanan dari media sosial. Menyadari dua penyebab utama ini adalah langkah awal yang penting untuk membentuk pola konsumsi yang sehat dan bertanggung jawab. Jika kita mampu mengelola emosi dan mengendalikan pengaruh dari luar, maka kita bisa membuat keputusan finansial yang lebih bijak dan berkelanjutan.